Sambil menyeberangi sepi,
Kupanggili namamu, wanitaku
Apakah kau tak mendengar?
Malam yang berkeluh kesah
Memeluk jiwaku yang payah
Yang resah
Karena memberontak terhadap rumah
Memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala
Sia-sia kucari pancaran matamu
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu yang kini sudah kulupa
Sia-sia
Tak ada yang bisa kucamkan
Sempurnalah kesepianku
Angin pemberontakan menyerang langit dan bumi
Dan duabelas ekor serigala
Muncul dari masa silamku
Merobek-robek hatiku yang celaka
Berulangkali kupanggil namamu
Dimanakah engkau wanitaku?
Apakah engkau sudah menjadi masa silamku?
Kupanggili namamu.
Kupanggili namamu.
Kerna engkau rumah di lembah.
Dan Tuhan?
Tuhan adalah seniman tak terduga
yang selalu sebagai sediakala
hanya memperdulikan hal-hal yang besar saja.
Seribu jari masa silammenuding kepadaku.
Tidak.
Aku tak bisa kembali.
Sambil terus memanggili namamu
amarah pemberontakanku yang suci
bangkit dengan perkasa malam ini
dan menghamburkan diri ke cakrawala
yang sebagai gadis telanjang membukakan diri padaku
Penuh.
Dan prawan.
Keheningan sesudah itu sebagai telaga besar yang beku
dan aku pun beku di tepinya.
Wajahku.
Lihatlah, wajahku.
Terkaca di keheningan.
Berdarah dan luka-luka
dicakar masa silamku.
WS Rendra
(Sajak ini sengaja dimuat karena -ternyata- sama dengan apa yang kualami saat ini. 2 jam setelah reuni alumnus SD Muhammadiyah 2)
Sabtu, September 12, 2009
Kupanggil Namamu
Diposting oleh Abizar PeA di 23.46
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
ehm.. ehm.. emg sp zar yg km mksud "wanitaku"??
Posting Komentar