Jumat, Desember 31, 2010
Gresik, Riwajatmoe Doeloe: Pemanfaatan Sumber Daya Air di Gresik Awal Abad ke-19
Diposting oleh Abizar PeA di 08.37 0 komentar
Kamis, Januari 28, 2010
Ayo Kritik Saya!!
Pernahkan kalian merasa begitu kesepian seperti yang kini saya rasakan?… Kesepian karena kehilangan peran… Mau apa saya… Semua sudah serba rapi. Tertib. Terkomputerisasi. Tak ada lagi yang bisa dikritik…
Agus Noor: Matinya Tukang Kritik)
Diposting oleh Abizar PeA di 18.52 1 komentar
Senin, Januari 25, 2010
Friendster, 11 Januari, dan Petang di Pantai (Sajak Kecil untuk Putri Kecil: naz) - bagian 2
...akun friendstermu, naz.. kenapa selalu saja ada kata yang beku, kata yang--kemudian--menjadi encer..
..kau seperti Dewi Madrim, yang meninggalkan jejak kepahlawanan, dalam diri setiap Pandhawa..
"Bulbul, lihat, Bulbul.."
Gadis yang berubah jelita, berbuah angkara, angkara yang sepi dari tiap halauan haluan pola pikirmu.
Kau tahu itu menderitakan, tapi tetap saja. Kau tahu itu bak oase, tapi begitu saja.
"Ayolah, Kecil! Sayapmu bisa lebih indah dari sekarang, lebih lebar dari kata-kata bekumu, yang bertubi-tubi seperti asoka, dan beberapa helai semanggi berdaun lima di halaman.
--petang di pantai--di pantai--di pantai--
Ingat saat kita berjejer di balik runtuhan, Tamansari, memandang Yogya dari atas dan keheningan?!
Ingat saat kita pasrah mengantre di Pojok Beteng, menunggu pesanan yang basah dan tersembunyi?!
Ingat betapa takutnya kamu pada segala hal berkain dan bertali di tiap ujungnya?! (kau selalu sangka itu pocong?!)
--di friendster--akunmu yang ceria, tapi beku itu--kata-kata tak baku--
"Ayolah, Hitam! Kita tanam kemuning di kening kita. Kelak akan ada kejutan baru di tiap bangun tidurmu, di tiap pagi yang memaksa kita berharap sepanjang hari, di tiap pagi yang usil itu!"
--sejujurnya, di tiap bayang dan lukamu, ada harapan (sehingga tiap pagi kita tak terlalu sibuk)--
--dan sepantasnya, kau dapat yang jauh lebih cerah dari tiap pagi kita--
"Lihat, air di matamu berangin, dan beku!"
PNDX'2010
Diposting oleh Abizar PeA di 10.33 0 komentar
Friendster, 11 Januari, dan Petang di Pantai (Sajak Kecil untuk Putri Kecil: naz) - bagian 1
Yang tidur dengan enggan, dan semakin berbinar saja mata itu...
Semua tahu bahwa bintang selalu memerca terangnya...
....and the journey of...lagu-lagu sumbang dari diskotek...
lalu kau kugendong mengitari garis pantai, di petang yang santai..
...engkaulah jiwaku...
Yang takut dan segan, dengan malam, dengan malam.
Kita saling bertatap dan bermantra. Barangkali ada kabar dari negri dongeng.
"Biar lebih cepat kucari kantuk!" katamu.
"Kau tak punya kantuk, naz." kataku, "kau yang bilang lho!".
...akulah yang di setiap langkah-langkahmu...
...di setiap pertemuan kita, meski tanpa harus menatapmu...
"naz, lihat! Angin di matamu berair!!"
PNDX'2010
Diposting oleh Abizar PeA di 10.32 0 komentar
Jumat, Januari 01, 2010
On Yogya: Poems longing for the city's
And if i standing on afternoons at the Tugu roundabout to the west, why there's always a rush of breath. The eyes of each pedestrian following a hue old buildings, churches, fast-food restaurants, and rows of books in the window. "Mama, look at Mr. Wibawa stood watching Ki Hajar Dewantara !"...
And if half a night in Kuncen (county who were there), our knees in front of the taper of the Sunda skillet, served a glass of Coffemix, and expense pleasantries with the old exhaust retailers. Our sweat forming rows salty snack, snack what we always eat late sunset. And, in every sunset, too late we were fighting over the bathroom crowded. "I do not want to show my bathing delayed because of a leaky faucet." We live in the same house, next stand, adjacent to the rail lined panties next friend who owned a liberal ideology.
Then when the night we were in between the rows of brass parts, then of course the night will be longer, growing solemn. "Wong Jowo... Wong Jowo..." her says beside Golek Lambangsari, a scary dance for our friend's youngest. I was crowded between the gong and kempul slendro, waiting their turn push them.
pndx'2009
Diposting oleh Abizar PeA di 08.24 0 komentar
Atas Yogya: Sajak Kerinduan Pada Kota Itu
Dan bila siang-siang kuberdiri di bundaran Tugu menuju ke barat, kenapa selalu ada nafas yang tergesa. Mata tiap pejalan membujur mengikuti rona-rona gedung tua, gereja, restoran cepat saji, dan deretan buku-buku di etalase. "Mama, lihat Pak Wibawa berdiri memandangi Ki Hajar Dewantara!"...
Dan bila setengah malam di Kuncen (daerahku yang ada di sana), lutut-lutut kami meruncing di depan penggorengan milik si Sunda, disajikan segelas Coffemix, dan candaan basa-basi dengan pengecer knalpot tua. Keringat kami berjejeran membentuk kudapan yang asin, kudapan yang selalu kami santap jelang magrib. Dan, di setiap jelang magrib pula kami berdesakan berebut kamar mandi. "Aku tak mau acara keramasku tertunda gara-gara kran bocor." Kami hidup serumah, berjejeran, berdekatan dengan jejeran jemuran celana dalam milik kawan sebelah yang berideologi terbuka.
Lalu bila tengah malam kami berada di antara barisan wilahan-wilahan kuningan, maka tentu saja malam akan semakin bertambah panjang, bertambah syahdu. "Wong Jowo...wong Jowo..." teriaknya mengiringi Golek Lambangsari, tarian yang menakutkan bagi kawan putri kami yang termuda. Aku berjejal di antara gong dan kempul slendro, menunggui giliran menabuhnya.
pndx'2009
Diposting oleh Abizar PeA di 08.08 0 komentar
Rabu, Desember 09, 2009
Retrospeksi (Drama Anak)
RETROSPEKSI
Drama Anak oleh Abizar PeA
***
PANGGUNG DIISI DENGAN BANGKU PANJANG. BEBERAPA BUKU DAN PENSIL TELAH DISIAPKAN DI PANGGUNG BAGIAN BELAKANG, TETAPI TIDAK TERLIHAT.
TETABUHAN GAMELAN LAMAT-LAMAT MULAI TERDENGAR. SEORANG PENARI MASUK, LAMBAT JUGA GERAKANNYA, MENGIKUTI IRAMA GAMELAN. BEBERAPA ORANG YANG SEDARI TADI TELAH BERADA DI PANGGUNG MULAI MEMPERHATIKAN. SEMUA TERKESAN TERHADAP KEGEMULAIAN, KELINCAHAN, DAN KEKUATAN PENARI. SETIAP DETAIL GERAKANNYA DIPANDANG SEKSAMA. KADANG ADA SORAKAN KOMPAK YANG RIUH-RENDAH.
Beberapa Orang:
Wah….
Lho?
Lhaaaaa…
(TEPUK TANGAN)
(BERSUIT)
Amboiiii….
Luar biasa…
Seseorang:
Biasa saja yang ini.
Seseorang:
Husshh! (MENUTUP MULUTNYA DENGAN TELUNJUK)
Beberapa Orang:
(TERTAWA)
Itu…itu…
Waaaahhh…
Woooowww…
Lucu ya?!
Seseorang:
Bukan begitu?!
Seseorang:
Seharusnya bagaimana?
Seseorang:
Begini.
(MEMBUAT GERAKAN BREAKDANCE YANG LUCU)
Beberapa Orang:
(MENERTAWAKAN)
Bukaaannn…!!!
TAK LAMA KEMUDIAN, TOKOH BAPAK TUA MASUK. BERDEHEM, MENUNJUKKAN KEWIBAWAANNYA. BEBERAPA ORANG TADI SALING MENDIAMKAN. SI PENARI JUGA DIAM, LALU BERGABUNG DENGAN BEBERAPA ORANG.
Seseorang:
Awas!
Seseorang:
Kenapa saat ini kita tak dapat merasakan angin kedatangannya. Biasanya…
YANG LAIN MEMOTONG.
Beberapa Orang:
Hussh!! Jangan ngomong yang tidak-tidak.
Seseorang:
Kenapa?
Beberapa Orang:
Pokoknya, hussshhh…!!!
Seseorang:
Sudah aku bilang hush! Kamu juga ikut hush!!
Seseorang:
Hush!!
Seseorang:
Bukan begitu maksudku!
Seseorang:
Lalu? Apakah aku harus…
YANG LAIN MEMOTONG.
Beberapa Orang:
Husshh!!
BAPAK TUA MEMANDANG TAJAM SEKITAR, TERMASUK PENARI DAN BEBERAPA ORANG.
Bapak Tua:
Sudah saya peringatkan. Kalian tetap saja tak menurut.
Seseorang:
Tapi, kami hanya…
YANG LAIN MEMOTONG.
Beberapa Orang:
Husshh!!
Bapak Tua:
Di sini bukan tempatnya hal-hal beginian. Di sini hanya untuk…
YANG LAIN MEMOTONG.
Beberapa Orang:
Bersenang-senang! (TERTAWA. TAPI KEMUDIAN TERSADAR, SALING MENDIAMKAN LAGI.) Sssttt…sssttt..ssttt!!
Bapak Tua:
Buka halaman Aljabar!
BEBERAPA ORANG BERBISIK-BISIK. PENUH TANDA TANYA.
Seseorang:
Bukankah Bapak pengajar Ilmu Sosial?!
Bapak Tua:
Bapak juga pandai berhitung.
Seseorang:
Bapak lihai main kerawitan?
Beberapa Orang:
(KAGUM)
Bapak Tua:
Tentu!
Seseorang:
Hafal pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945?
Bapak Tua:
Hanya pasal tentang sumpah presiden yang tak hafal.
Beberapa Orang:
(KAGUM)
Seseorang:
Ejaan yang disempurnakan?
Bapak Tua:
Kau ingin tanya apa..segera Bapak jawab.
Beberapa Orang:
(KAGUM)
Seseorang:
Menari?
Bapak Tua:
Tubuh Bapak terlalu ringkih untuk menari lagi.
Beberapa Orang:
(KAGUM)
Seseorang:
Lalu, kenapa selama ini Bapak tidak menunjukkannya?
Bapak Tua:
(TERTAWA. YANG LAIN HERAN.)
Kalian tahu, apa yang sudah kalian lakukan tadi?
TIBA-TIBA SEMUANYA TERTAWA LEPAS, TERMASUK BAPAK TUA.
Seseorang:
Ternyata kau juga pandai bermain drama!
Menjadi seorang yang sudah tua pun kau lihai menirukannya!
Aku paling suka saat kau mengatakan pandai kerawitan!
Seseorang yang tadi berlagak Bapak Tua:
(TERTAWA) Kalian juga lebih pandai berpura-pura takut dan penasaran.
Selain itu, aku tak pernah tahu bagaimana cara bermain gamelan. Melihat alat-alatnya pun tak pernah.
SEMUANYA TERTAWA LEPAS.
Seseorang yang tadi berlagak Bapak Tua:
Coba lihat yang ini!
(LALU MEMPERAGAKAN BEBERAPA GERAKAN PANTOMIM)
Beberapa Orang:
Wah….
Lho?
Lhaaaaa…
(TEPUK TANGAN)
(BERSUIT)
Amboiiii….
Luar biasa…
Seseorang:
Biasa saja yang ini.
Seseorang:
Husshh! (MENUTUP MULUTNYA DENGAN TELUNJUK)
Beberapa Orang:
(TERTAWA)
Itu…itu…
Waaaahhh…
Woooowww…
Lucu ya?!
Seseorang:
Bukan begitu?!
Seseorang:
Seharusnya bagaimana?
Seseorang:
Begini.
(MEMBUAT GERAKAN PATAH-PATAH YANG LUCU)
Beberapa Orang:
(MENERTAWAKAN)
Bukaaannn…!!!
SEMUA TERTAWA LEPAS.
AKAN TETAPI, TAK LAMA KEMUDIAN, SALAH SATU DARI MEREKA TERKESIAP KAGET. DIA MEMANDANG JAUH, DIIKUTI YANG LAIN.
Seseorang:
Ada apa?
Seseorang:
Sepertinya kita harus mempersiapkan peralatan kita?
Seseorang:
Beliau datang?
Seseorang:
Tepat sekali.
Seseorang:
Pakai baju apa beliau hari ini?
Seseorang:
Kemeja merah. Ada garis hitam di sakunya. Kerah bajunya begitu kaku, melekat pada dasi panjang yang sedikit kusut pada lipatan ujungnya. Sepatunya… Sepatu itu! Begitu mengilat! Sepertinya semir yang beliau gunakan bermerk internasional!
Seseorang:
Bagaimana dengan tatanan rambutnya?
Seseorang:
Seperti biasanya, tetapi kali ini juga terlihat lebih mengilap! Kacamatanya juga seperti yang beliau gunakan kemarin, hanya kali ini beliau turunkan sedikit, hampir mengenai ujung hidungnya.
Seseorang:
Yang ia bawa?
Seseorang:
Buku catatan hitam besar. Masih baru. Aku tahu, dua hari yang lalu beliau mengeluh karena tidak ada lagi sisa kertas pada buku catatannya yang lama. Selain itu, masih seperti biasa, kantung plastik hitam. Kantung plastik yang tak pernah kita tahu isinya.
Seseorang:
Apa lagi?
Seseorang:
Sebentar.. sebentar… Aku tunda dulu menjawab pertanyaan kalian. Sesuai saranku barusan, kita harus segera menyiapkan peralatan kita.
SEMUANYA MERANGSEK MENUJU PANGGUNG BAGIAN BELAKANG, MENGAMBIL BUKU DAN PENSIL, LALU DUDUK BERJAJAR DI BANGKU.
(Bersambung)
Gresik, 15 April 2009
PNDX’2009
Diposting oleh Abizar PeA di 18.55 0 komentar
Sabtu, September 12, 2009
Kupanggil Namamu
Sambil menyeberangi sepi,
Kupanggili namamu, wanitaku
Apakah kau tak mendengar?
Malam yang berkeluh kesah
Memeluk jiwaku yang payah
Yang resah
Karena memberontak terhadap rumah
Memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala
Sia-sia kucari pancaran matamu
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu yang kini sudah kulupa
Sia-sia
Tak ada yang bisa kucamkan
Sempurnalah kesepianku
Angin pemberontakan menyerang langit dan bumi
Dan duabelas ekor serigala
Muncul dari masa silamku
Merobek-robek hatiku yang celaka
Berulangkali kupanggil namamu
Dimanakah engkau wanitaku?
Apakah engkau sudah menjadi masa silamku?
Kupanggili namamu.
Kupanggili namamu.
Kerna engkau rumah di lembah.
Dan Tuhan?
Tuhan adalah seniman tak terduga
yang selalu sebagai sediakala
hanya memperdulikan hal-hal yang besar saja.
Seribu jari masa silammenuding kepadaku.
Tidak.
Aku tak bisa kembali.
Sambil terus memanggili namamu
amarah pemberontakanku yang suci
bangkit dengan perkasa malam ini
dan menghamburkan diri ke cakrawala
yang sebagai gadis telanjang membukakan diri padaku
Penuh.
Dan prawan.
Keheningan sesudah itu sebagai telaga besar yang beku
dan aku pun beku di tepinya.
Wajahku.
Lihatlah, wajahku.
Terkaca di keheningan.
Berdarah dan luka-luka
dicakar masa silamku.
WS Rendra
(Sajak ini sengaja dimuat karena -ternyata- sama dengan apa yang kualami saat ini. 2 jam setelah reuni alumnus SD Muhammadiyah 2)
Diposting oleh Abizar PeA di 23.46 1 komentar
Dalam Hujan dan Kuncup Matahari
1209
untuk RS
Selalu saja ada ingatan yang raib
Ditelan hujan dan beberapa helai kuncup matahari
Kau duduk, melipat tanganmu di atas tanganmu
dan kita saling bertatap, tanpa dosa, atau pun gerah dan dusta.
Kita hanya diam
Diam yang berhujan, dan bermatahari
"Ayo! Lekaslah bersatu pandang!"
"Biar jalan kita sama, walaupun berbatu dan berbeda!"
Aku mencintaimu..
Dan tak pernah sadar, di uratku terselip namamu..
Di namamu kutancapkan harapku...
Dalam hujan, dan kuncup matahari...
PNDX'2009
Diposting oleh Abizar PeA di 23.41 0 komentar
Sabtu, September 05, 2009
Dan Dusta, Dan Dusta
"Een nacht vol leugens..."
Dan dustamulah kini mendengkur
Mengukur hatimu berjarak pada sukmamu
Siapa yang punya dustamu, dan dustaku
"Geloof me!!" teriakmu
"Bevroreen!" teriakku
Bukankah itu dusta, dan dusta...
Diposting oleh Abizar PeA di 23.16 0 komentar